Memoar Cinta
Aku dan Nanda pertama kali bertemu saat kami kuliah di kampus yang sama pada 2016 lalu. Waktu itu, kami tidak saling bicara. Dalam empat tahun, hanya sapaan formalitas yang aku lontarkan padanya sesekali.
Hingga suatu saat, setelah kami menyelesaikan kehidupan universitas. Secara tidak terduga salah seorang temanku menceritakan tentang Nanda. Kisah tentang kehidupan, dan kepribadiannya membuat aku tertarik untuk mengenalnya.
Tapi ternyata tak semudah itu, aku memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan keberanian dan mulai menghubunginya. Nanda orang yang ramah, tapi sulit membuka ruang untuk rasa cinta.
Enam purnama aku mendekatinya. Rasa dihatiku terus menguat. Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajak Nanda membangun kisah cinta. Sayangnya ia tidak tertarik. Baginya, pernikahan lah satu-satunya bangunan yang tepat untuk kisah cinta.
Aku yang saat itu belum merasa siap untuk menikah, sempat memutuskan untuk berhenti. Nanda pun menjaga jarak diantara kami. Namun, di hati yang terdalam, aku tak mau kehilangan. Akhirnya, dengan keberanian yang ku susun perlahan, aku menemui kedua orang tua Nanda untuk mengutarakan kesungguhanku.
Setelah itu, barulah kami bersepakat untuk mengenal lebih jauh. Waktu demi waktu kami lalui untuk mengenal satu sama lain. Semakin banyak kami bicara dan bertukar pikiran, semakin aku meyakini bahwa Nanda adalah orang yang tepat untukku. Keraguanku, berubah jadi keyakinan. Sebab bersamanya, aku bisa melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang seharusnya. Bersamanya juga, aku memahami bahwa tidak ada hal yang terlalu sulit apabila kita mau mendengar dan memahami dengan baik.
Kini kami tiba di penghujung penantian. Bahagia rasanya karena aku dapat menepati janji dan menjemput cinta dalam keadaan terbaik. Untuk itu, aku ingin merayakan kisah ini. Semoga kamu berkenan hadir dan menyaksikan ikrar janji suci kami.
Yang berbahagia,
Ihsan